RSS

MENGAPA HUKUM-HUKUM DARIPADA AGAMA-AGAMA ITU BERBEDA ?


Inilah yang sebenarnya menjadi pertanyaan! Apabila Nabi-nabi itu semuanya dari Tuhan, mengapa ajaran-ajaran mereka itu berbeda-beda satu sama lainnya? Apakah Tuhan mengajarkan soal-soal yang berbeda-beda pula? Orang biasa sajapun akan berusaha tetap sebagaimana biasa, maka tidak perlu dikeluarkan petunjuk yang berbeda-beda. Tetapi sewaktu keadaan sudah berubah, adalah suatu kebijaksanaan bahwa ajaran harus berbeda. Pada zaman Nabi Adam a.s. rupa-rupanya umat manusia itu hidup dalam satu tempat, oleh karena itu maka ajaran yang coraknya satu itu telah mencukupinya. Hingga zaman Nabi Nuh a.s. manusia itu hidup dalam tempat-tempat yang terpencil-pencil. Setelah Nuh a.s. inilah, maka umat manusia merata dipelbagai dunia ini. Tetapi pengaruh daripada ajaran Nuh a.s. ini mulai berkurang. Maka datanglah rasul-rasul yang lain, dan pengaruh mereka berangsur-angsur berkurang pula, dan tiap-tiap rasul itu diutus untuk kaumnya masing-masing dan untuk masa tertentu.

Inilah yang menyebabkan adanya perbedaan hokum-hukum antara satu agama dengan lainnya., terutama lagi karena akal manusia belum benar-benar berkembang. Karena kecerdasan umat manusia belum berkembang, maka untuk tiap negeri dikirim utusan yang sesuai dengan perkembangan pikiran yang ada dalam waktu itu.


Tetapi sewaktu umat manusia itu sudah maju, dan makin banyak negeri yang ditempati., dan jarak antara satu negeri dengan lainnya menjadi tidak berarti lagi dan alat-alat komunikasi menjadi lebih baik, maka fikiran orang mulai menghargai akan perlunya ajaran yang universal yang mencukupi untuk mengurusnprikehidupan seluruh umat manusia ini. Dengan perantaraan saling berhubungan antara saatu kelompok umat manusia dengan lainnya, maka orang mulai memahami tentang kesatuan daripada umat manusia dan hanya Pencipta dan Zat Yang Esa yang mengatur mereka. Di Arabia, Tuhan membangkitkan Utusan-Nya yang penghabisan untuk umat manusia, dan itulah Nabi Muhammad s.a.w. oleh karena itu tidak mengherankan bahwa risalahnya itu dimulai dengan menyeru manusia kepada keesaan Tuhan, yang menguasai alam semesta. Ajarannya itu menyatakan tentang Tuhan yang berhak disembah, yang memberikan petunjuk kepada semua golongan umat manusia disemua negeri dengan serata-ratanya, dan tidak dihadapkan kepada sesuatu negeri tertentu atau sesuatu golongan umat manusia tertentu saja. Oleh karena itu Nabi Muhammad s.a.w. adalah yang diutus untuk seluruh umat manusia dan ajarannya adala universal. Nabi yang membawa risalah itu dapat dikatakan Adam kedua. Sebagaimana pada Adam yang pertama hanya ada satu macam risalah dan satu macam golongan umat manusia, maka di dalam waktu Adam kedua, dunia menjadi satu lagi, dengan satu macam risalah dan satu macam umat manusia. Oleh karena itu apabila dunia ini diciptakan oleh Tuhan Yang Esa, dan apabila Tuhan itu juga memelihara semua umat manusia dinegeri mana saja dan diwaktu kapan saja, maka adalah merupakan suatu keharusan, bahwa akhirnya kelompok-kelompok manusia yang berbeda-beda itu dengan tradisi-tradisi yang berbeda-beda pula, bersatu dalam satu ikatan kepercayaan dan pandangan hidup. Andaikata Al-Qur’an tidak diturunkan, maka tujuan kerohanian tentang penciptaan manusia itu akan lenyap.

Kenyataan umat manusia dewasa ini terbagi atas pelbagai agama. Dari keadaan ini dapt diibaratkan sebagai sebuah sungai yang mempunyai beberapa anak sungai, tetapi akhirnya menjadi satu sungai yang besar dan mengalir kedalam laut dan disitulah kebagusan dan kemegahannya kelihatan.

Risalah yang dibaawa oleh Musa a.s., ‘Isa a.s., dan lain-lain Nabi, ajaran-ajaran yang dibawa oleh Krishna, Zoroaster dan Buddha ke pelbagai dunia ini adalah laksana anak-anak sungai mengalir menuju ke satu aliran sungai bessar dan menuju ke samudra raya. Memang semua risalah yang dibawa oleh Nabi-nabi, ajaran yang dibawa Krishna, Zoroaster dan Buddha itu baik. Tetapi adalah suatu keharusan bahwa sungai-sungai itu harus mengalir ke satu tujuan, ialah samudra raya, dan membuktikan tentang keesaan Tuhan dan mengajarkan satu tujuan agung yang penghabisan yaitu agama islam, yang untuk tujuan itu manusia diciptakan. Apabila Al-Qur’an tidak membawa ajaran ini, maka ajaran dari Nabi manakah yang akan menerangkan? Sudah barang tentu bukanlah kitab Injil, karena Injil hanya membicarakan soal Tuhan daripada anak cucu Israil. Juga sudah barang tentu bukan ajaran ‘Isa a.s., karena Isa a.s. sendiri adalah bukan seorang Nabi untuk seluruh umat manusia. Ia sendiri menyatakan;

“Janganlah kamu sangkakan Aku datang hendak merombak hokum Torat atau Kitab nabi-nabi: bukannya Aku datang hendak merombak, melainkan hendak menggenapinya. Karena sesungguhnya Aku berkata kepadamu, sehingga langit dan bumi lenyap, satu noktah atau satu titikpun sekali-kali tiada akan lenyap daaripada hokum Torat itu sampai semuanya telah jadi”.

(Matius 5: 17,18).

Apa yang diajarakan oleh Musa a.s. dan Nabi-nabi yang dulu itu sudah jelas. Memang penyiar-penyiar agama Kristen pergi keseluruh dunia untuk menyiarkan ajaran ‘Isa a.s., tetapi ‘Isa a.s. sendiri tidak mempunyai maksud yang demikian itu. Persoalannya adalah bukan apa yang dicoba untuk dikerjakan oleh penyiar-penyiar Kristen. Tetapi persoalannya adalah apa yang dimaksud oleh ‘Isa a.s. sendiri. Apa yang sebenarnya dimaksud oleh Tuhan dan mengutus ‘Isa a.s. ini! Tentang hal ini rasanya tidak ada orang yang lebih patut memberi keterangan selain ‘Isa a.s. sendiri, dan dengan jelas ia menyatakan:

Maka jawab Yesus, katanya: Tiadalah aku disuruh kepada yang lain, hanya kepada segala domba yang sesaat dari antara Bani Israil.
(Matius 15 : 24)

Oleh karena itulah, maka jelas bahwa ajaran ‘Isa a.s. itu hanya untuk Bani Israil dan bukan untuk lainnya.

Para rasul-rasulpun menganggap tidak betul mengajarkan Injil kepada orang-orang yang bukan Bani Israil. Demikian maka orang membaca:

Maka sekalian orang yang berpecah belah oleh sebab aniaya yang berbangkit karena stepanus itupun mengembaralah sampai ke Feniki dan Kiperun dan antiochia, tetapi tiada memberitakan firman itu kepada seorangpun kecuali kepada orang yahudi.
(Kisah Rasul-rasul 11 : 19).

Deminianlah juga sewaktu para rasul-rasul ‘Isa a.s. mendengar Petrus di suatu tempat mengajarkan Injil kepada orang-orang bukan Bani Israil, maka mereka marah:
Setelah Petrus tiba di Yeruzalem, maka orang yang menurut adapt bersunat itupun berbantah-bantahan dengan dia. Smabil berkata: Engkau sudah pergi kepada orang yang tiada bersunat, serta makan bersama-sama dengan mereka itu.
(Kisah Rasul-rsul 11 : 2, 3.)

Juga bukan kitab yang dibawa oleh Zoroaster, karena kitab itu mengajarkan bahwa petunjuk Tuhan itu hanya diberikan kepada bangsa Iran belaka. Juga bukan oleh kitab Weda, karena para Rishi mengajarkan keharusan adanya hukuman menuangkan timah yang mendidih kedalam telinga orang-orang Sudra, -penduduk India asli- yang berani mendengarkan bacaan kitab Weda. Juga bukan Buddha, karena sekalipun kepercayaan tentang Buddha itu tersiar ke negeri Tiongkok setelah Buddha meninggal, tetapi ajaran Buddha itu sendiri tidak pernah melintasi daerah perbatasan India.
Oleh Karena itu memang sebelum datangnya Nabi Muhammad s.a.w. tidak ada seorang Nabipun yang diutus kepada seluruh umat manusia dan sebelum Al-Qur’an, tidak ada sebuah kitab sucipun yang ditujukan kepada seluruh umat manusia. Hanya Nabi Muhammad s.a.w. yang menerangkan:

Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada Tuhan selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan. Karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.
(Surat (7) Al-A’raaf ayat 158).

Dengan ini jelaslah bahwa tujuan penurunan Al-Qur’an itu adalah untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan itu dan untuk menghapuskan perbedaan antara satu agama dengan agama lainnya. Perbedaan itu tidak bisa dicegah karena terbatasnya ajaran-ajaran Nabi-nabi yang dulu. Apabila Al-Qur’an tidak diturunkan, maka perbedaan itu akan berlangsung. Dunia tidak akan mengenal Sang Pencipta Yang Esa dan juga tidak dapat memahami bahwa penciptaannya itu mempunyai tujuan yang agung. Perbedaan antara agama-agama sebelum kedatangan Islam itu malahan merupakan suatu kehaarusan dan bukan penghalang akan kedatangan seorang Nabi yang akan menyatukan mereka itu semua, itulah Nabi Muhammad s.a.w.

Disadur dari : Al-Qur’an dan Terjemahnya
Milik : Dept. Agama Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an
Pelita ll/1977/1978
Penerbit : PT. Bumi Restu

1 komentar:

ekofuji mengatakan...

waduh.....
panjang bangt rek postingane.....

Posting Komentar

Bagaimana Menurutmu tentang Blog ini...???